1978-1990 Bandung - Part 1
WARNING: Artikel ini panjang banget, makanya tulisannya dibikin kecil.
Posting ini dalam bahasa indonesia preman untuk mewadahi ‘flow-of-thought’ yang sembarangan ngalir dari otak, mengenai masa kecil gue di Bandung, khususnya tahun 1978 hingga 1990. Tulisan semrawut, sembarangan dan gak penting ini mencoba menggali memori tentang masa itu, mulai dari rumah, pertelevisian, perfilman, makanan, belanja, dan jalan2 di Bandung pada masa itu.
Waktu itu Bandung masih sepi. Udaranya masih segar dan dingin – sampai kalau malam gak bisa tidur kalau tanpa selimut tebal. Pagi hari kalau nafas juga masih keluar uap dari mulut kita, saking dinginnya. Burung-burung juga berkicau di pagi dan sore hari. Jalanan gak macet. Betul2 beda dengan Bandung sekarang yang super semrawut.
(Bandung is no more "Paris of Java")
Bandung in the early 80s
Rumah 1978-1981
1978-1980 Jalan Wastukancana
Kenangan terawal yang ada di otak adalah ketika gue masih berusia sekitar dua tahun. Waktu itu kita masih tinggal di rumah kontrakan di jalan Wastukencana 4, di depan gedung Balaikota Bandung (sekarang rumah itu udah gak ada dan udah jadi showroom mobil Altamira). Kenangan di rumah itu memang agak samar samar, tapi menyenangkan.
Waktu itu, sekitar taun 79-80’an, gue suka diajak jalan-jalan di gendongan di sore hari yang adem ke Taman Balaikota Bandung, gak jauh dari rumah itu, kadang sama Ibu, kadang sama Bik Wat, pembantu gue semasa kecil. Di rumah Wastukencana itu juga tinggal seorang Tante orang ambon (lupa namanya..) yang ngajarin gue nyanyi Potong Bebek Angsa dari acara TV di TVRI. Kadang kita juga jalan ke samping Jl. Wastukencana, ke hotel Corner. Di deket rumah juga ada seorang kakek nenek etnis cina yang punya toko, dan mereka suka kasih permen.
Tahun 1980 itu gue juga suka ikut jemput kakak2 dari sekolah mereka di IKIP yang jauh banget di ujung dunia (Jl. Setiabudi) naik mobil daihatsu oranye.
Tahun itu, gue juga inget Opa (bapaknya nyokap) yang baik banget sama cucu-cucunya, tapi tahun 1980 dia meninggal. Gue masih inget pada acara persemayamannya di rumah Opa di Buah Batu, ante2 pada bilang ke gue, “Opa lagi tidur”. Kalo ga salah abis itu gue merangkak ke jenazah opa dan menyentuhnya (mungkin mau coba bangunin). Asli, ini ingatan di otak semua, bukan cerita dari ibu atau orang lain. Heran juga, bisa inget beberapa kenangan dari umur dua tahun dengan cukup jelas.
1981-1990 Jalan Riau
Terus sekitar tahun 1981 kita pindah rumah ke Jalan Riau.
Rani berdiri di pagar menghadap jalan Riau.
Lihat betapa sepi dan antiknya jalan dan bangunan di jalan Riau waktu itu!
Rani dan Iik di teras rumah Jalan Riau abis mandi pagi
Rani di teras yang sama, perhatikan perabot rotan model klasik jaman dulu
Rani dan Iik main air di garasi rumah, saking kecilnya kita berdua bisa muat di ember
Rani dan Iik di ruang kerja Bapak.
Perhatikan ubin khas rumah belanda yang polanya sambung menyambung.
Sekarang gak tau kemana ubin-ubin itu.. hiks
Rani dan Mbak Andin di halaman depan rumah, duduk nyaman di atas rumput gajah
TV Pada Tahun 1978-1990
Ruang makan di rumah Jalan Riau itu luas banget sehingga dibagi dua, untuk makan dan juga untuk nonton TV.
Rani main sepeda di ruang makan / ruang TV. Di background ada Piano merk Fayette S. Cable (American Saloon Piano) yang sampe sekarang masih jalan, lalu ada kursi tinggi utk anak balita makan. Perhatikan jendelanya yang masih klasik Belanda dengan kaca patri kuning
Sampai tahun 1990 TV kita tidak ganti-ganti, tetap pake TV Grundig antik yang masih pake pintu kanan kiri nya, dan dengan lapisan model kayu. Pindah channelnya gak pakai remote control, tapi pake kenop yang bunyinya ceklek ceklek. Jaman sekarang udah gak ada TV kayak begini.
Dan sampe tahun 1988 kita gak punya video, karena Bapak gak mau anaknya nonton video melulu. Akhirnya kita nonton video di rumah sepupu kita atau rumah orang lain, misalnya nonton video Cinderella, Goggle Five atau Voltus V. Film video favorit gue waktu itu adalah “Nakalnya Anak-Anak” yang dibintangi Ira Maya Sopha, Ria Irawan, Dina Mariana, Ryan Hidayat, dan Kiki. Akhirnya tahun 1988 kita punya video player, Sony, yang gak bisa ngerekam, dan itu pun dikasih orang. Langsung kita daftar keanggotaan Video Rental di toko “Boss” di jalan Dago. Jaman itu video model Beta marak di mana-mana, dan video rental menyewakan video dengan tiga warna: Hijau untuk semua umur, Biru untuk 13 tahun ke atas, dan Merah untuk 17 tahun ke atas. Kalo gue dan Iik sukanya minjem Candy-candy, Ikkyu San, dan Lulu si putri bunga. Sementara kakak2 kita suka minjem video clip lagu-lagu barat, film2 chick flick tahun 80-an seperti Flashdance dan semacamnya, atau film2 seri mandarin.
Semasa kecil kita demen banget nonton TV. Jaman dulu cuma ada satu setengah channel, yaitu TVRI, yang siaran dari jam empat sampai tengah malam, dan TVRI Programma Dua dari jam setengah tujuh sampe jam sembilan. Pertengahan 80-an muncul juga TVRI stasiun bandung, tapi acaranya bapuk banget sehingga kita gak pernah nonton. Boleh dibilang acara TVRI jaman dulu lumayan bisa dibilang bermutu, dibanding acara TV swasta jaman sekarang (yang penuh dengan Buser, sinetron gak jelas, dan berita gosip). Tapi ya itu, media TV super terkontrol dengan pesan-pesan pemerintah.
TVRI Programma Dua dimulai dengan berita bahasa inggris, dan dilanjutkan dengan pelajaran bahasa inggris “Follow Me” yang didapat dari BBC TV dengan pak Anton Hilman. Channel ini gak banyak kegiatan lainnya.
Setiap hari, TVRI Pusat menayangkan empat berita: Berita jam 5 (lupa namanya) yang diisi dengan kegiatan pak Harto dan menteri-menterinya, Berita Nasional (jam 7) juga sama dengan berita jam 5, lalu Dunia Dalam Berita (jam 9) yang menyajikan berita internasional (kita gak pernah melewatkan nonton ini), dan terakhir, tentunya Berita Terakhir (jam 11 malam). Habis Berita Nasional selalu diputer lagu Garuda Pancasila.
Tidak lupa acara adu kepintaran seperti Kelompencapir, Cerdas Cermat, Cepat Tepat. Lalu ada acara untuk kegiatan anak-anak seperti acara Bu Kasur, Ayo Menyanyi (Ibu Fat, dan yang main piano namanya Ibu Meinar), Lagu Pilihanku (bersama Ibu Mul), dan Mari Menggambar bersama pak Tino Sidin. Pak Tino Sidin selalu bilang gambar-gambar yang dikirim “Bagus”. Tak lupa acara2 lokal untuk orang dewasa seperti Mimbar Agama, Dari Desa Ke Desa, Sinetron Losmen, dan Apresiasi Film Indonesia. Acara2 musik lokal juga disiarkan pada weekdays seperti Aneka Ria Safari, dan kuis Berpacu dalam Melodi. Setiap sore, sekitar pukul 5.30, TVRI diisi dengan kartun-kartun dari luar negeri, seperti Silverhawk, Thundercats, Teenage Mutant Ninja, dan kartun HC Andersen. Lalu dilanjutkan dengan Muppet Show. Malam hari, sekitar jam 8, muncul film seri dewasa dari luar negeri, seperti Hunter, Charlie’s Angels, Dynasty, Sledge Hammer, The Bold and The Beautiful (Masih main ampe sekarang!), bahkan Oshin. Pokoknya, bisa dibilang acaranya bagus-bagus.
Pada hari minggu TVRI bersiaran mulai pagi jam 7 hingga jam 1-an. Lantas istirahat, dan siaran lagi mulai jam 4 sore hingga tengah malam. Minggu pagi diisi dengan acara Sandiwara Boneka Unyil, Ria Jenaka, acara untuk Ibu dan Remaja Putri (masak memasak dan kecantikan), Album Minggu Kita, Dari Gelanggang Ke Gelanggang, dan ditutup dengan film wajib: Little House in the Prairie alias Laura Ingalls Wilder bersama Almanzo Wilder. Setelah seri Little House habis, digantikan dengan Highway to Heaven. Dan setelah seri HtH habis, diganti dengan telenovela Escrava Isaura yang didubbing dalam bahasa inggris (nantinya jadi telenovela pertama yang didubbing bahasa Indonesia, "Tuan Baron, Tuan Baron").
Pada hari lebaran tidak lupa acara TV Papiko, yang dibintangi artis-artis tenar, merupakan tontonan wajib pada masa puasa dan lebaran. Gak lupa siaran film G30S PKI setiap 30 September malam (indoktrinasi Order Baru), dan relay upacara-upacara bendera pada hari-hari nasional.
Pada jaman itu acara TV tidak didubbing bahasa Indonesia, melainkan pakai subtitle. Walhasil kita lebih belajar bahasa Inggris dan lebih jago membaca subtitle. Rasanya lebih baik begitu.
Jaman itu TVRI gak pake iklan, padahal sebelumnya di era 70-an TVRI pun beriklan (Siaran Niaga, namanya). Sehingga gue, dengan noraknya, kangen nonton iklan TV. Untung ada sepupu yang merekam Siaran Niaga tahun 70-an di video, sehingga gue bisa dengan puas nonton iklan2 TV, antara lain iklan Pepsodent, Hemaviton (orang naik tangga spiral), dan Fuji Film (orang berselancar).
Gue gak bisa omong banyak mengenai TV swasta karena TV swasta baru masuk Bandung di era awal 90-an. Tapi yang gue ingat, tiap ke Jakarta mengunjungi saudara selalu nonton RCTI yang masih disiarkan dengan dekoder. Acaranya bagus-bagus, antara lain, MacGyver, Tour of Duty, bahkan Sekilas Musik RCTI-nya juga bagus-bagus. Rasanya ga mau pulang ke Bandung karena acara TV-nya membosankan.
Perfilman di Bandung Pada Tahun 1978-1990
Pada masa itu, belum ada jaringan Sinepleks 21. Bioskop2 berdiri sendiri dan sizenya besar. Gue lupa, pake AC atau enggak. Menonton film bioskop adalah kegiatan keluarga. Gue rada jarang nonton bioskop karena “belum 17 tahun”, tapi kalau pergi nonton biasanya nonton film Indonesia seperti Nagabonar, Tjoet Nyak Dhien, atau film barat seperti Supergirl.
Di ujung Jalan Merdeka ada bioskop Vanda. Di sana gue nonton Tjoet Nyak Dhien. Lantas di ujung jalan Braga dekat rel kereta api ada Bioskop President, bareng dengan Restaurant President, di sana nonton The Sound of Music. Lalu di bioskop di daerah alun-alun kita nonton Nagabonar. Lalu ada juga bioskop Paramount, tapi lupa lokasinya di mana.
Dulu Festival Film Indonesia marak banget. Waktu FFI diadakan di bandung, artis-artis film berpawai di mobil keliling jalan protokol (Dago), dan orang2, termasuk gue, berbondong2 nonton pawai ini. Waktu itu gue masih kecil, berteriaklah ke Ria Irawan itu “Eh, kamu itu bintang film ya?”, dan dia jawab “Iya dong kita bintang film”, wah seneng Ria Irawan jawab pertanyaan gue dari dekat.
6 Comments:
weleh.... gua banyak juga sih kenangan di bdg... tapi agak agak blur. krn gue banyak pindah2, jadi memorinya gak terlalu nempel. dan gua juga agak pelupa.
emang kadang2 kita perlu juga brain dump spt ini. just to capture whatever we are thinking or feeling before we get too old to remember.
i guess maintaining our personal history is necessary for the development of our psyche.
is that what *he* means by "katarsis"?
Ran.. jadi inget jaman2 dulu pas rumah Riau blom jadi klinik. inget juga elo ama Iik klo pulang sekolah jalan kaki ya...
wah senengnya baca kenangan kota bandung ..jadi inget masa2 jaman ingusan di cigadung, dago, jln merdeka, jln sumatera n jln belitung (1986-1994) hebriiiinng...aku tunggu cerita berikutnya..
wahhh, ingetan lo bagus banget yak. gue kog udah agak blur gitu yaa. gue juga di Bandung dari lahir sampe kelas dua SD. Yang paling gue inget selain kenangan sama temen2 maen yaitu tradisi nonton film Warkop setiap kali mereka ngeluarin film baru. Dasar anak kecil waktu itu gue belom naydar kalo Warkop banyak yg "nyerempet" lucu orang gede. Waktu itu pokoknya Warkop film terlucu dan de besss banget,..hehehee.
Waaaaa Rani, gawuttzz nih udah mulai crita-crita... jangan masukkan aku sebagai object ya hehehe. kecuali saat-saat aku, dinda, dan nuning pulang blanja tiap sabtu dan mbakar sate di samping tempat praktek bapak.... syeeedapppp.....
Tapi aku kan slalu ingat, menjemput Rani dan Iik di Taruna Bakti... yang kecil imut gitu kok sekarang jadi kayak gini ya.... harawakadah!
gw bru aja pulang dr kota bandung slama 5 hari di sana.tinggalnya d hotel karmilla di dago. mmg bandung kota yg mengasyikkan n jln riau kini di penuhi toko2. juga telah jatuh cinta dgn keramahan orgnya dan semestinya cew2 nya..
pastinya itu bukan kali terakhir gw ke bandung.. teman2 indo gw ngajak ke sana lg tanggal jun ini..
hmm..kira wangnya dulu yaa..
gw bilang ama maknya mau kawin cew bandung..hehehe..
Post a Comment
<< Home