Different Treatment for Domestic Workers
Dibawah ini adalah surat listrik yang saya kirimkan ke KBRI Singapura:
Singapura, 5 Desember 2005
Yth. KBRI Singapura:
Bersama ini saya ingin mengajukan sedikit pertanyaan mengenai perbedaan tarip dalam pembuatan paspor sbb (mohon koreksi apabila ada sedikit kesalahan dalam menuliskan angka):
- Tarif pembuatan paspor bagi WNI yang non-TKW adalah S$85 dengan masa berlaku paspor 5 tahun.
- Sedangkan, tarip pembuatan paspor bagi WNI yang TKW (alias pembantu rumah tangga/domestic worker) adalah S$350 dengan masa berlaku paspor hanya kira2 2 tahun.
Yang ingin saya tanyakan disini adalah:
- Mengapa TKW harus mempunyai legal paperwork tambahan yang ongkosnya S$265 apabila mereka tidak mempunyai commercial/business liability yang lebih daripada yang saya atau kawan2 saya miliki? Contoh: Kalau ada sebuah rumah tangga yang dirugikan oleh TKW mungkin risk value nya hanya S$10,000 (kehilangan/kerusakan perabot piring/gelas atau televisi, radio) sedangkan kalau ada perusahaan yang dirugikan oleh saya sebagai EP/PR disini mungkin risk value nya bisa berkisar S$100,000 sampai S$1 juta. Jadi, mengapa harus ada legal paperwork tambahan yg ongkos pembuatannya sampai S$265 ? Apakah mempekerjakan seorang TKW lebih beresiko daripada mempekerjakan seorang sarjana S1/S2 di kantor swasta? Bukankah hukum Singapura mewajibkan setiap employer/majikan untuk mempunyai security deposit di bank lokal sejumlah minimal S$3,000 yang bisa sewaktu2 diambil oleh Pemerintah Singapura apabila TKW itu bermasalah secara hukum?
- Saya dan juga ribuan WNI disini yang mempunyai Employment Pass ataupun Permanent Residence dan yang secara hukum Singapura harus bergaji minimal S$2500 hanya dikenakan biaya pembuatan paspor yang hanya ¼ jumlahnya dari yang dikenakan kepada TKW dimana mereka rata2 hanya bergaji S$250 per bulan atau hanya 1/10 dari gaji karyawan professional kantoran. Dan juga, para TKW yang baru masuk Singapura tidak punya uang sama sekali selama ½ tahun karena gajinya langsung diambil oleh agen mereka selama 6 bulan pertama dan rata2 hanya terima S$20 per bulan, lebih rendah daripada gaji2 PRT di Jakarta bulanan).
- Pihak KBRI nampaknya belum sanggup memberikan penjelasan yang lengkap mengenai tariff S$350 ini ketika diajukan pertanyaan serupa pada forum terbuka/conference bbrp bulan yang lalu.
- Mengingat betapa ramainya dibicarakan masalah transparency bagi KBRI/Konjen di beberapa negara oleh media massa, alangkah baiknya apabila KBRI Singapura membuat sebuah press release mengenai biaya pembuatan paspor bagi TKW yang saya bicarakan diatas. *mohon baca artikel dibawah:
Hormat saya,
Indradi S.
Dibawah ini adalah tanggapan KBRI Singapura kepada saya:
Singapura, 8 Desember 2005
Kepada Yang Terhormat
Saudara Indradi Soemardjan
di Tempat
Merujuk surat elektronik Saudara tanggal 6 Desember 2005, atas nama Duta Besar RI untuk Singapura, dengan hormat disampaikan bahwa kami sangat menghargai kepedulian Saudara terhadap nasib Tenaga Kerja Indonesia – TKI / Tenaga Kerja Wanita – TKW (di Singapura disebut sebagai Penata Laksana Rumah Tangga – PLRT Indonesia). Menjawab Saudara dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
- Berkenaan dengan pertanyaan Saudara yang menyangkut perbedaan tarif dalam pembuatan paspor untuk WNI dan PLRT, dapat kami sampaikan bahwa harga sebesar S$ 350 tersebut terjadi karena adanya biaya pembuatan perjanjian kerja yang umumnya tidak dimiliki oleh setiap PLRT Indonesia yang datang untuk bekerja di Singapura dan kalaupun ada, kebanyakan dari mereka tidak memiliki perjanjian kerja yang adil. Pembuatan perjanjian kerja tesebut, sesuai dengan terms of conditions dari working permit yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Manusia Singapura dan juga diminta UU tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri (pasal 58 ayat 1 UU No. 39 tahun 2004), yang mengharuskan perjanjian kerja antara majikan dan PLRT diketahui oleh Perwakilan RI. Oleh karenanya menjadi kewajiban KBRI Singapura untuk memfasilitasi pembuatan perjanjian kerja tersebut sekaligus melakukan monitoring keberadaan PLRT Indonesia di Singapura. Pada perjanjian kerja yang disusun oleh KBRI Singapura memuat kenaikan gaji yang pantas, keleluasaan melaksanakan ibadah, jam kerja, hari libur, keselamatan kerja, perlakuan baik, makanan bergizi, tempat tinggal yang layak, dan tiket pesawat pulang ke tanah air saat kontrak kerja berakhir.
- Biaya yang dikeluarkan sebesar S$ 350 sepenuhnya ditanggung oleh majikan dan umumnya dilakukan pada saat perpanjangan perjanjian kerja PLRT yang ketiga (tahun kelima di Singapura). Biaya tersebut adalah diperuntukkan untuk penyiapan dan legalisasi dokumen perjanjian kerja sebesar S$ 260, pemrosesan pembaharuan paspor RI sebesar S$ 85, dan biaya fotocopy sebesar S$ 5. Dari biaya S$ 260 tersebut, S$ 34 disetorkan kepada kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) legalisasi perjanjian kerja dan sisanya sebesar S$ 226 digunakan Konsultan untuk biaya pengacara PLRT bermasalah, pemeriksaan kesehatan, penyediaan makanan dan keperluan harian di penampungan sementara KBRI Singapura (tiap hari terdapat rata-rata 60 – 70 PLRT bermasalah), pemulangan PLRT, penanganan PLRT dari negara ketiga yang terlantar di Singapura, menyiapkan komunikasi dengan instansi terkait di Singapura, dan menyelesaikan masalah PLRT Indonesia dengan majikan dan agency terkait. Disamping itu, biaya tersebut juga digunakan oleh Konsultan untuk biaya operasional Konsultan (gaji pegawai, pajak, alat tulis kantor, dan lain lain). Seluruh kegiatan Konsultan tersebut sepenuhnya dalam koordinasi dan arahan Fungsi Konsuler KBRI Singapura.
- Mekanisme keberadaan konsultan tersebut (yang Saudara sebutkan sebagai agen professional dalam e-mail Saudara) telah dimulai dengan penandatanganan kerjasama antara KBRI Singapura dengan Konsultan sejak 1 September 1996 yang diperbaharui setiap tiga tahun melalui tender terbuka. Dapat kami sampaikan bahwa latar belakang penggunaaan Konsultan tersebut adalah karena:
(1) peningkatan jumlah PLRT Indonesia telah mendorong KBRI Singapura untuk memberikan peningkatan pelayanan dan perlindungan PLRT Indonesia di Singapura baik dari segi pisik, hukum, dokumentasi, kesejahteraan dan keterampilan, dan
(2) karena beban tugas Fungsi Konsuler KBRI Singapura yang sangat berat, maka sebagian kecil tugas penanganan PLRT Indonesia di Singapura tersebut perlu untuk dibantu oleh konsultan tenaga kerja swasta dalam bentuk kerjasama penanganan masalah PLRT Indonesia di Singapura. - Kerjasama antara Konsultan dan KBRI Singapura akan berakhir pada tanggal 28 Februari 2006 dan dalam rangka peningkatan transparansi, akuntabilitas dan kinerja Konsultan, KBRI Singapura tengah melakukan evaluasi mengenai kinerja pelaksanaannya selama ini, apakah kedepan masih diperlukan kerjasama tersebut dan sekiranya masih diperlukan, hal-hal apa yang perlu ditingkatkan dalam pelaksanaan kinerjanya. Untuk itu, sebagai pemerhati masalah PLRT Indonesia di Singapura, dengan senang hati kami mengundang Saudara untuk menyampaikan pokok pikiran Saudara bagi lebih sempurnanya pelayanan publik di KBRI Singapura. Mohon kiranya Saudara dapat menyampaikan informasi ini kepada rekan-rekan professional dan para pemerhati pelayanan publik KBRI Singapura lainnya demi semakin meningkatnya kesejahteraan dan perlindungan PLRT Indonesia di Singapura.
a.n. Kepala Perwakilan RI
Fachry Sulaiman
Sekretaris Pertama
Protokol dan Konsuler
Tembusan:
Yth. Bapak Duta Besar RI di Singapura (sebagai laporan)
Komentar saya pada tanggal 11 Desember 2005 terhadap balasan KBRI Singapura:
1. KBRI Singapura menyebutkan bahwa: "harga sebesar S$ 350 tersebut terjadi karena adanya biaya pembuatan perjanjian kerja yang umumnya tidak dimiliki oleh setiap PLRT Indonesia yang datang untuk bekerja di Singapura dan kalaupun ada, kebanyakan dari mereka tidak memiliki perjanjian kerja yang adil."
Mengapa TKW tidak ditawarkan pembuatan perjanjian kerja sejak awal ketika mereka mendarat di Singapura?
Mengapa KBRI Singapura harus menunggu beberapa tahun untuk menawarkan jasa tersebut? Lantas bagaimana dengan TKW yang sudah bekerja 2-3 tahun dan majikan mereka memperlakukan mereka dgn amat baik sehingga para TKW tidak memerlukan jasa pembuatan perjanjian kerja oleh KBRI Singapura dan Konsultan?
Apakah seorang TKW mempunyai pilihan untuk tidak harus membayar biaya tambahan sebesar S$260 tersebut?
KBRI Singapura menyebutkan bahwa: "sesuai dengan terms of conditions dari working permit yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Manusia Singapura".
Kenyataannya adalah bahwa Kementerian Tenaga Manusia Singapura (Singapore Ministry of Manpower atau "MoM") dalam undang2 Employment Act tidak mempunyai unsur-unsur yang mengatur hubungan kerja antara majikan (employer) dengan TKW (domestic worker). Yang sudah mereka miliki adalah peraturan untuk hubungan kerja antara majikan (employer) dengan agen TKW (maid agency). Oleh karena itu, saya merasa bahwa penjelasan dari KBRI Singapura kurang tepat karena apapun yang tertulis di perjanjian kerja buatan KBRI kemungkinan besar tidak mempunyai kekuatan hukum dalam negara Singapura. Bahkan MoM baru saja mendapat desakan dari Human Rights Watch untuk merevisi Employment Act.
2. Saya juga kurang memahami bagian dimana KBRI Singapura menulis "S$ 350 sepenuhnya ditanggung oleh majikan dan umumnya dilakukan pada saat perpanjangan perjanjian kerja PLRT yang ketiga". Seingat saya, MoM sudah sejak lama mewajibkan seorang majikan untuk menitipkan uang sejumlah S$5,000 untuk digunakan sebagai "security bond" (yang biasanya berbentuk "time deposit" di sebuah Bank lokal). Baca ini
Oleh karena itu saya beranggapan bahwa perihal biaya pengiriman TKW yang bermasalah untuk pulang ke Indonesia (deportasi) dan masalah "legal" lainnya akan menggunakan dana tersebut yang dikendalikan sepenuhnya oleh MoM. Dengan adanya uang sejumlah itu, maka saya rasa tidak perlu ada pemungutan biaya sebesar S$260 untuk dipakai oleh Konsultan untuk biaya pengacara PLRT bermasalah.
3. Apabila memang sudah sejak tahun 1996 dilakukan pemungutan biaya untuk keperluan pembuatan perjanjian kerja oleh Konsultan, saya rasa jenjang waktu 9 tahun sudah cukup banyak membuat perubahan bagi perlindungan TKW di Singapura. Namun kenyataannya Human Rights Watch melaporkan bahwa dalam 6 tahun terakhir kesejahteraan TKW di Singapura berada di situasi terburuk dalam sejarah, yang mungkin bisa membuktikan bahwa tugas Konsultan bagi TKW di Singapura belum membuat keadaan lebih baik dari yang diharapkan oleh KBRI Singapura.
"Between 1999 and 2005, at least 147 migrant domestic workers died from workplace accidents or suicide, most by jumping or falling from residential buildings. Of these, 122 were Indonesian domestic workers who jumped or fell to their deaths."
4. Saya dengan senang hati akan menyampaikan informasi yang saya dapat kemarin dari KBRI Singapura kepada rekan-rekan yang tertarik untuk membantu. Mungkin saran saya adalah agar KBRI Singapura secara terbuka memperlihatkan dokumentasi dan statistik yang terkumpul dari tahun 1996 agar bisa dihubungkan dengan pertambahan jumlah kasus TKW bermasalah. Dengan melihat "correlation" saya rasa hal itu bisa menjadi tolak ukur kinerja para konsultan sejak 1996. Saya juga berharap KBRI Singapura bersedia menunjukkan catatan pengeluaran biaya2 yang dikeluarkan untuk setiap kasus TKW bermasalah selama 9 tahun. Saya masih beranggapan bahwa biaya sebesar S$ 226 untuk konsultan itu amat mahal; mengingat bahwa pasti sudah ada standarisasi (template) bentuk kerjasama yang ditawarkan sejak 1996 (kecil kemungkinannya bahwa setiap bentuk kerjasama itu berbeda banyak).
Channel News Asia
Human Rights Watch
Human Rights Watch
Human Right Solidarity
Dibawah ini adalah surat balasan kedua dari KBRI Singapura kepada saya pada tanggal 12 Des 2005:
Selamat sore,
saya ucapakan terima kasih atas tanggapan mas Indi dari surat kami terdahulu.
seperti yang sudah saya sampaikan bahwa saat ini KBRI Singapura juga sedang melakukan avaluasi terhadap kinerja konsultan ini, kami melihat pertanyaan dari mas Indi ini sangat relevan untuk kami jadikan bahan evaluasi.
sedikit mengenai pertanyaan mas indi bahwa fasilitasi perjanjian kerja untuk PLRT ini sebaiknya dari kedatangan ke Singapura, memang betul seharusnya demikian, namun kenyataan adalah PLRT kita itu tidak memahami perjanjian kerja yang disodori para agen kepada mereka. pernjj kerja tsb sangat diperlukan oleh majikan, karena dengan demikian majikan mau menerima plrt dari agen. kenyataan lain adalah majikan tidak akan menerima plrt yang memuat pernjajian yang rumit dan memberikan beban kepada majikan. komplikasi ini
dapat berlangsung samapai empat tahun pertama. hanya pada perpanjanganan kontrak ke 3 mereka terpaksa ke
kbri karena menyangkut usia paspor yang kurang dua tahun.
kenyataan ini sangat merugikan plrt kita sesungguhnya, kita sering mendengar mereka tidak memiliki gaji yang standar atau tidak memiliki day off dll.
lebih lanjut mas Indi, bahwa kondisi ini sulit dimonitor, karena para plrt kita juga tidak berkesempatan datang melaporkan dirinya ke kbri, sehingga jika terjadi maslah kesulitan pelacakan dokumen juga terjadi.
saya sekali lagi sangat memahami pertanyaan tambahan mas Indi, ini semua akan kami jadikan bahan evaluasi dan bahan pertimbangan bagi kita untuk meneruskan atau menentukan langkah terbaik selanjutnya.
jika memungkinkan mungkin kita dapat bertemu untuk melihat ini lebih jernih lagi, karena pelayanan publik ini perlu terus menerus kita benahi dan sejak saya tugas di Spore ini, kita terus mencoba meningkatkan pelayanan yang terbaik untuk publik kita.
terima kasih,
Fachry Sulaiman
...diskusi ini akan diteruskan malam ini tanggal 15 Desember dengan acara makan malam bersama staff KBRI (dan Dubes).
8 Comments:
emm, mas, kalo gak salah nangkep nih ya... dari poin2 yang mas angkat, pendapatku begini:
poin 1. biasanya TKI jarang banget yang begitu datang langsung lapor diri ke KBRI, ato perwakilan. bukannya apa-apa, biasanya mereka gak tau prosedurnya itu gimana. jadi waktu mereka kepaksa untuk dateng ke KBRI, baru ketauan duduk masalahnya. jangankan TKI, mahasiswa kita di luar negeri aja sering begitu.
poin 2. biaya pelayanan perlindungan untuk TKI yang melanggar hukum atau bermasalah dan lain-lain itu, tidak bisa tidak harus dicover dengan pendapatan lain. karena susah dapet anggaran khusus dari departemen keuangan :)
atau mau sistem tutup mata aja? siapa yang bikin masalah, dia yang menanggung, gitu?
sayangnya gak bisa begitu.
poin 3. gak salah juga dengan penjelasan KBRI Spore #1. karena pembuatan kontrak kerja tidak bertentangan dengan Singapore Employment Act kan? :) jadi yang salah di mananya? justru KBRI kita melaksanakan tugasnya bukan?
poin 4. kalau dibaca baik-baik, tanpa menghakimi, tidak ada dalam surat tersebut yang menyatakan bahwa akan menghentikan kerjasama dengan Konsultan. hanya kontrak yang ada akan berakhir pada februari 2006. dan wajar kan untuk mengevaluasi tindakan yang telah diambil?
sekedar menyampaikan pendapat saya atas pendapat mas :)
anwar,
terima kasih atas tanggapannya!
sekedar menggunakan hati nurani:
apakah adil meminta bayaran pembuatan paspor sebesar S$350 dari TKW yang berpenghasilan hanya S$250 per bulan?
itu saja yang perlu KBRI Singapura perhatikan.
Saya setuju bahwa diperlukan pertanggungjawaban yang jelas mengenai biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan paspor dan juga penggunaannya.
Namun, apabila memang pihak majikanlah yang bertanggung jawab untuk membiayai (sekali lagi dengan pertanggungjawaban biaya yang jelas), saya pikir biaya S$350 tidaklah seberapa apabila dibandingkan dengan "nilai" nyawa individu TKW.
Kalau pengertian saya seputar topik ini tidak salah, dapat kita persepsikan hal ini sebagai salah satu upaya dari pihak perwakilan RI untuk menjamin kesejahteraan dan keselamatan para TKW. Walaupun demikian, saya tetap berpendapat bahwa pemerintah Indonesia; melalui perwakilannya di SG, masih tetap perlu bekerja keras dalam meningkatkan upaya mereka untuk melindungi para tenaga kerja kita disana melalui berbagai upaya/bentuk perlindungan formal dengan kekuatan hukum yang jelas.
most KBRI sucks! :(
This post has been removed by a blog administrator.
Komentar di atas dihapus karena adalah iklan dan dengan demikian tergolong sebagai spam yang melanggar etika berinternet.
alhamdulillah di sini bentrokan antar ras gag berlanjut ko ran :)
soal kbri, aduuh ampun deh, aku suka mualeeezzzzz banged kalow berhubungan ama mereka... :D
?
kbri ribet,
?
singapura juga super seram ternyata, mereka makan pajak, pajak, pajak. pantes itu negara kaya.
Post a Comment
<< Home